Senin, 18 Februari 2013

Hukum Berisbal Bagi Kaum Laki Laki



Wahai hamba Allah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahkan segala kenikmatan pada kita, diantara kenikmatan yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita adalah pakaian yang dengannya manusia terbedakan dengan makhluk Allah yang lainnya. Hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya, tidakkah mereka itu dalam keadaan telanjang secara dhahir/fisiknya? Maka oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat manusia, dengan akal dan hati yang dianugerahkan-Nya, dan rasa malu yang menghias manusia menjadi indah.

Sebagaimana dalam firman Allah Azza wa Jalla dalam surat Al-A’raf ayat 26 :

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Wahai anak Adam, sesungguhnya kami telah menganugerahkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian yang indah sebagai perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian inilah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”

Tatkala Allah telah menganugerahkan pakaian yang dengannya manusia menutupi aurat-aurat mereka, membalut tubuh-tubuh mereka dan memperindah bentuknya, Allah memperingatkan bahwasanya ada pakaian yang lebih bagus dan lebih banyak faidahnya, yaitu pakaian takwa, yang mana pakaian takwa ini menghiasi dirinya dengan berbagai macam keutamaan-keutamaan, yang mensucikannya dari berbagai kotoran, dan pakaian takwa itulah tujuan yang diinginkan, yang mana barangsiapa yang tak memakai pakaian takwa, tiadalah manfaat baginya pakaian yang melekat di tubuhnya. Berkata seorang penyair :

Bila seseorang tidak memakai pakaian takwa Berarti ia telanjang walaupun ia berpakaian.

Seharusnya pakaian takwa terus melekat pada diri seorang hamba, dan senantiasa menjaganya agar tidak lusuh dan hancur, yakni pakaian yang memperindah hati dan jiwa. Dimana pakaian tubuh hanya menutup aurat yang dhahir di suatu waktu saja, yang kemudian keduanya akan rusak.

Wahai hamba Allah, pakaian adalah termasuk nikmat Allah yang besar, yang menghiasi manusia dan menutup aurat-aurat mereka,ia merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Dalam berpakaian, islam juga menaruh perhatian yang besar padanya, karena islam adalah agama yang sempurna, manakah ada dari permasalahan yang tak dicakup oleh islam?, mulai dari istinja’, makan, berpakaian, bahkan berpolitik sekalipun, Islam mengaturnya.

Pakaian memiliki beberapa hukum syariat yang wajib diketahui dan diterapkan. Pria memiliki pakaian khusus dalam bentuk dan jenis, demikian pula wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat dibedakan melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya menggunakan pakaian yang lainnya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah yang artinya :

“Semoga Allah melaknat wanita yang berpakaian laki-laki dan laki-laki yang berpakaian wanita.”

(HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan hadits ini shohih menurut syarat Muslim).

Sungguh suatu musibah pada zaman ini, dimana pakaian kaum wanita dan pria saat ini tak dapat terbedakan. Sekarang kita lihat betapa banyak para wanita muslimah yang tak berjilbab, mempertunjukkan aurat-aurat mereka, bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang jahiliyah, kita lihat mereka mudah sekali bertaklid dengan mode yang ngetrend di tengah mereka saat ini, bahkan masyhur di tengah-tengah mereka pakaian di atas mata kaki, bahkan hingga di pertengahan betis –wal‘iyyadzubiLlah-, yang mana seharusnya ini merupakan sunnah yang wajib bagi lelaki, namun merekalah yang menegakkannya sehingga celakalah dunia ini dengan perilaku mereka.

Di lain fihak kaum lelaki dengan bangganya mereka menjulurkan celana-celana mereka hingga di bawah mata kaki, bahkan ada diantara mereka yang menyeret celananya sampai ke tanah, mereka menganggap ini sebagai suatu hal yang biasa saja, atau hanya trend biasa, celakanya lagi banyak para aktivis islam yang melakukan demikian ini seolah-olah ini suatu hal yang sudah biasa dan tidak berdosa, jikalau mereka mau mempergunakan akalnya yang didasari kepada dalil syar’i niscaya mereka akan menyadari akan keharaman apa yang mereka lakukan itu, yakni isbal (memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki).

Mari kita tilik hadits-hadits Rasulullah berikut, dan kita tundukkan akal-akal kita pada syariat, janganlah antum jadikan akal-akal dan perasaan-perasaan antum sebagai hakim dalam masalah ini, jikalau antum meyakini islam itu agama yang syamil dan sempurna, tak kurang satu apapun, yang mengatur seluruh aspek kehidupan, maka mari kita telaah dengan hati yang lapang dan jiwa yang terbuka dan meyakini bahwa seorang muslim jikalau ia diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya akan suatu hal maka wajiblah baginya menyatakan sami’na wa atho’na tanpa ada rasa berat hati sedikitpun di dalam hatinya, inilah bukti dan buah dari keimanan yang sebenarnya, Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang artinya : “Apa-apa yang ada di bawah mata kaki berupa sarung maka tempatnya adalah neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad) hadits ini membuahkan faidah yakni apa-apa yang ada di bawah mata kaki maka tempatnya adalah di neraka baik ia berupa sarung, celana, gamis, maupun lain sebagainya, yang mana ia merupakan pakaian yang berfungsi menutup aurat dari atas ke bawah, sebagaimana dalam hadist Rasulullah : “Isbal berlaku pada sarung, gamis dan surban. Siapa yang menurunkan pakaiannya sedikit saja karena sombong tidak akan dilihat oleh Allah di hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah dengan sanad shahih).

Adapun kaus kaki, sepatu atau sejenisnya tidaklah termasuk pakaian yang jika menutupi mata kaki pelakunya mendapatkan ancaman neraka, karena sepatu, kaus kaki atau sejenisnya tidak dikatakan pakaian, namun ia dikatakan penutup kaki yang tidak berfungsi sebagai pakaian penutup aurat tubuh dari atas ke bawah, Wallahu a’lam.

Mungkin diantara antum ada yang berpemahaman bahwa isbal diharamkan jika dilakukan hanya dengan sombong, maka di sini kami ingin memberikan jawabannya sebagai berikut :

Jika dikatakan bahwa, isbal itu haram jika dilakukan dengan sombong, dan jika dilakukan dengan tidak sombong maka hukumnya tidak mengapa, maka pendapat ini harus ditelaah ulang karena Rasullullah telah bersabda: “Apa-apa yang ada di bawah mata kaki berupa sarung maka tempatnya adalah neraka.” dengan lafadz ‘am/global tanpa adanya muqoyyad/pembatas yang menerangkan kekhususan keharaman jika hanya dilakukan dengan sombong. Adapun hadits yang lainnya yang diriwayatkan muttafaqun ‘alaihi yang artinya : “Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah takkan melihatnya di hari kiamat.” Para ulama’ menjelaskan bahwa isbal adalah sama saja haram baik dilakukan dengan sombong maupun tidak dengan sombong, dengan alasan sebagai berikut :

Hadits “Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, Allah takkan melihatnya di hari kiamat.” (Muttafaqun ‘alaihi) tidaklah membatasi hadits “Apa-apa yang ada di bawah mata kaki berupa sarung maka tempatnya adalah neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad), bahkan sebaliknya, kedua hadits di atas saling menjelaskan, karena wa’id (ancaman) yang dijelaskan bagi fa’il (pelakunya) berbeda, sehingga tetap Haram hukumnya ber-Isbal baik dilakukan dengan tidak sombong maupun dengan sombong. Adapun melakukan dengan kesombongan, maka ancamannya lebih keras. Maka ketika kedua wa’id (ancaman) ini berbeda, dalil hadits pertama tidak bisa membawa yang mutlak kepada pengecualian yang ditunjukkan pada hadits kedua di atas, karena kaidah yang memperbolehkan pengecualian dari yang mutlak adalah dengan syarat jika kedua nash sama dari segi hukum. Jika seseorang melakukan isbal dengan tidak merasa sombong maka tetap haram hukumnya dan ancamannya adalah neraka, dan barangsiapa yang melakukannya dengan kesombongan maka ancamannya lebih pedih lagi, yakni pertama ia tetap terancam dengan neraka, kedua karena kesombongannya ia terancam Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihatnya pada hari kiamat.

Nabi bersabda : “Jauhilah olehmu isbal, karena ia termasuk kesombongan.” (HR. Abu Dawud dan Turmudzi dengan sanad yang shahih). Dari hadits ini Ulama’ beristinbat bahwa isbal itu merupakan salah satu bentuk kesombongan walaupun seseorang itu melakukannya dengan sombong maupun tidak, tetap nabi menyatakan bahwa isbal itu termasuk kesombongan yang harus dijauhi. Maka dari sini nampak bahwa isbal itu termasuk kesombongan yang nyata, karena :

Pertama, ia menolak perintah nabi untuk tidak berisbal

Kedua, ia melanggar perintahnya ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallam untuk menjauhi isbal


Ketiga, ia melakukan salah satu bentuk kesombongan dalam berpakaian

dan Keempat, ia menyelisihi firman Allah yang artinya : “Dan Janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Allah tidak suka kepada setiap orang yang sombong lagi angkuh.” Karena ia berpakaian dengan ber-isbal sedangkan isbal itu menurut nabi sebagaimana hadits di atas termasuk bentuk kesombongan.

Di dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan Imam Bukhari, tatkala Umar Bin Khaththab Radhiallahu ‘anhu melihat seorang pemuda berjalan dalam keadaan pakaiannya menyeret di tanah ia berkata kepadanya : “angkatlah pakaianmu, karena hal itu adalah sikap yang lebih takwa kepada Rabbmu dan lebih suci bagi pakaianmu.” (Riwayat Bukhari). Dari atsar ini nampaklah dengan jelas bahwa Umar bin Khaththab melihat akan keutamaan dan kewajiban untuk tidak isbal dalam berpakaian. Jikalau isbal itu tidak wajib niscaya Umar tidak akan memerintahkan pemuda tadi untuk mengangkat pakaiannya, dan jikalau isbal tadi diharamkan hanya jika dilakukan dengan kesombongan dari manakah Umar mengetahui bahwa pemuda tadi melakukan isbal dengan kesombongan jika tidak dari dhahir keadaannya yang menunjukkan bahwa isbal itu salah satu bentuk kesombongan, sehingga beliau menasehati pemuda tadi dengan perkataan bahwa tidak isbal itu adalah lebih takwa dan lebih suci bagi pakaian.

Adapun ucapan nabi terhadap Abubakar tatkala beliau berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sarungku sering melorot kecuali kalau aku benar-benar menjaganya” maka nabi menjawab : “Sesungguhnya engkau tidaklah termasuk golongan yang melakukannya karena sombong.” (HR. Muttafaq ‘alaihi). Apa Faidah dari Hadits ini ? Hadits ini menunjukkan kewara’an Abubakar dalam memegang perintah Rasulullah, tatkala beliau merasakan pakaiannya sering melorot sehingga menyebabkan pakaiannya turun, maka beliau langsung mengangkatnya ke atas, dan hal ini dilaporkan ke Nabi bahwa ia melakukannya bukan dengan sengaja, maka Nabi mempersaksikan bahwa beliau (Abubakar) bukanlah orang-orang yang melakukannya karena sombong, karena beliau (Abubakar) senantiasa menjaga pakaiannya agar tidak turun dan menaikannya, sehingga apa yang dilakukan Abubakar bukanlah kesombongan, inilah makna hadits ini yang sebenarnya sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Utsaimin, Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Albani Rahmatullah wasi’ah alahim. Adapun orang-orang yang menjadikan hadits ini sebagai dalil bolehnya isbal dengan tidak sombong maka ia telah melakukan kesalahan yang besar, disebabkan karena Abubakar senantiasa menjaganya agar tidak turun dan tidak membiarkan begitu saja ketika pakaiannya turun sebagiamana orang yang sengaja melakukan isbal.

Maka dari penjelasan di atas, seharusnya kita membuka fikiran kita, membuka hati kita, bahwa inilah sunnah Rasulullah yang harus kita tegakkan, yang harus kita amalkan, karena tidaklah syariat itu diturunkan kecuali bagi kemaslahatan makhluk itu sendiri walaupun mungkin akal-akal dan perasaan makhluk tidak mampu mencernanya, walaupun orang-orang menganggap aneh terhadap sunnah nabi dikarenakan kebodohan yang merebak dan meraja lela sehingga manusia tidak mampu lagi melihat mana yang sunnah, mana yang bid’ah, mana yang haq dan mana yang bathil, karena banyak manusia telah terbutakan oleh kemaksiatan yang seolah-olah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya, karena seringnya ia berinteraksi dengan kemaksiatan dan kebatilan dan jauhnya ia dari ilmu, ia terperosok ke dalam lubang kebodohan dan musibah menerpa kita bertubi-tubi.

Diantara hikmah kita disyariatkan untuk berpakaian di atas mata kaki adalah : • Sebagai bentuk pengejewantahan syariat nabi dalam berpakaian yang masuk ke dalam amal ketho’atan. • Sebagai bentuk pembeda bagi kaum laki-laki dengan wanita dimana wanita disyariatkan menutup mata kakinya bahkan menambah sejengkal lagi panjangnya hingga terseret di tanah (sebagaimana perintah nabi kepada Ummu Salamah, bab pakaian wanita ini dapat dibaca di jilbab wanita Muslimah karya Syaikh Albani atau kitab lainnya). • Sebagai bentuk sikap yang mendekatkan diri kepada takwa dan tawadhu’. • Lebih menjaga kesucian pakaian kita, karena tidak terseret di tanah. (perkecualian bagi jilbab wanita Muslimah yang ada hadits dari rasulullah tentang tambahan sejengkal dari mata kaki) • Menghindarkan diri kita dari kesombongan yang menghantarkan kita kepada siksa Allah di hari kiamat kelak yakni dengan ancaman neraka dan berpalingnya Allah dari melihat kita. • Menegakkan syi’ar-syi’ar islam dan menunjukkan ciri khas ahlus sunnah wal jama’ah di saat ahlus sunnah menjadi orang yang asing diantara manusia-manusia lainnya. • Dan masih banyak lagi lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar